Keilmuan Orang FPI Dalam Rukyat

Sebenarnya ini adalah posting agak lama tepatnya saat sidang itsbat penentuan puasa kemarin, namun perlu diangkat kembali karena melihat sosok FPI yang selalu mengaku sok benar. Berikut beritanya.
Sidang itsbat atau penetapan awal Ramadhan 1433 H di kantor Kementerian Agama Jakarta, Kamis (19/7) malam menjadi agak renyah ketika muncul laporan bahwa ada yang berhasil mengamati hilal di Cakung, Jakarta. Lebih renyah lagi karena yang melaporkan hasil rukyat ini adalah salah seorang utusan dari Front Pembela Islam (FPI).

Saat diberikan kesempatan oleh pemimpin sidang itsbat Menteri Agama Suryadharma Ali, FPI langsung unjuk gigi melaporkan bahwa ada empat orang yang berhasil melihat hilal di Cakung pada pukul 17.53 WIB dan telah di sumpah oleh hakim pengadilan agama.

Atas hasil laporan itu, FPI meminta Menteri Agama menetapkan awal puasa jatuh pada hari Jum’at (20/7). Namun sayang permintaan FPI ini tidak direspon positif oleh Menteri Agama. Bahkan anggota sidang itsbat dari NU memberikan penilaian lain terhadap hasil rukyat di Cakung.

Ketua Lajnah Falakiyah PBNU KH A. Ghazalie Masroeri meragukan kualitas rukyat di Cakung. Bukan hanya meragukan, tapi mengatakan hasil rukyat di Cakung itu tidak sah dan meminta Kementerian Agama menertibkan tim rukyat di sana.

Ada empat hal, kata Kiai Ghazalie yang menyebabkan hasil rukyat di Cakung tidak shahih menurut ilmu falak. Pertama hilal dilaporkan berhasil diamati pada pukul 17.53 WIB, sebelum waktu maghrib untuk wilayah Jakarta tiba. Padahal menurut ketentuan syariat dan berdasarkan pedoman ilmu astronomi hilal baru mungkin dilihat setelah ghurub, atau terbenam matahari. “Belum maghrib, mustahil mendapatkan hilal,” kata Kiai Ghazali.

Kedua, cuaca di Jakarta, tepatnya di Cakung pada saat diadakan rukyat dalam keadaan mendung. Sementara arah pengamatan hilal di lokasi rukyat Cakung saat ini sudah terhalang gedung-gedung tinggi Jakarta.

“Sudah lama kami mensurvei lokasi rukyat di Cakung. Tempatnya dan alat yang dipakai sangat sederhana. Sementara di barat sana terdapat gedung pencakar langit,” tambah Kiai Ghazalie.

Ketiga, tim rukyat yang menyatakan berhasil melihat hilal adalah orang yang itu-itu saja. Hakim yang menyumpah juga hakim yang itu-itu saja. Sangat kompak. “Tolong disampaikan hakim mana yang menyumpah dan dan di wilayah mana,” kata Kiai Ghazali,

Keempat, ahli falak NU itu mengingatkan, rukyat tidak bisa dilakukan oleh orang sembarangan, dan harus disertai ilmunya. Laporan hasil rukyat tidak cukup hanya dengan sumpah tetapi juga harus disertai data mengenai posisi matahari tenggelam, berapa jarak antara bulan dan matahari, serta bagaimana kondisi kemiringan hilal yang berhasil diamati.

Maka tegas Lajnah Falakiyah PBNU meminta pihak Kementeterian Agama segera mengadakan peninjauan kembali apakah layak Cakung digunakan untuk melakukan rukyat.

“Perlu ada tinjauan dari Kemenag agar tidak menjadi insiden terus-menerus. Ini bikan main-main. Saya minta hakim yang menyumpah dipanggil Mahkamah Agung untuk diperingatkan,” kata Kiai Ghazalie. NU Online juga menerima laporan dari berbagai daerah dan beberapa pesantren bahwa tim rukyat Cakung menyebarkan hasil rukyatnya sehingga membuat gelisah warga.
Alhasil laporan Rukyat Cakung oleh FPI itu tidak diindahkan dalam sidang itsbat. Namun ada yang menarik. FPI menyatakan menolak hasil kesimpulan sementara Menteri Agama terkait hisab-rukyat awal Ramadhan 1433 H yang disampaikan oleh para peserta sidang hanya gara-gara ada satu-dua metode hisab yang dikutip yang bersumber dari barat.

“Kami tidak mengikuti hisab barat. Kami mengikuti metode hisab ulama klasik, Sulamun Nayyirain,” kata perwakilan FPI.

Barangkali FPI tidak tahu sebenarnya banyak sekali karya ulama terbaru di bidang ilmu hisab. Ilmu falak atau astronomi adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang terus berkembang, dan tidak hanya berurusan dengan orang barat.

Beberapa saat sebelum menutup pembicaraan, Kiai Ghazali Masroeri mengatakan, FPI lupa atau mungkin tidak tahu kalau pengarang kitab Sulamun Nayyirain sendiri berharap agar karyanya terus dikembangkan, dan terus dikembangkan oleh para ulama dan ahli falak setelahnya.
source
Read More...

Jumlah Rokaat Sholat Tarowih Menurut Madzhab 4

Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).
Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan  umat.
Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.
Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.
Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni  suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

Kesimpulan

Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.
Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara  mereka ada yang menolak. Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.
KH Muhaimin Zen
Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU
Read More...

Malaikat pun Dibikin Bingung Beda Awal Puasa

Awal Ramadhan selalu membikin bingung masyarakat, mau ikut siapa. Pemerintah punya pendapat, ada pula ormas Islam yang keukeuh dengan tafsirnya sendiri. Masing-masing adu argumentasi dan perang opini, tak peduli masyarakat yang menjadi korban ketidaksepakatan para elit ini.

Syahdan, ternyata yang kebingungan bukan hanya masyarakat di pelosok desa dan kota se-Indonesia, para malaikat pun mengalami hal yang sama.

“Ini setan-setan harus dipenjara kapan ya? Ikut penetapan pemerintah apa ormas Islam yang puasa lebih awal”

Karena tidak bisa mengambil keputusan, akhirnya dilakukan rapat besar para malaikat untuk menentukan kapan setan-setan harus masuk bui. Kesepakatannya, setan yang biasa menggoda pengikut ormas yang puasa lebih awal, masuk kerangkeng lebih dulu, sedangkan lainnya esok harinya. Ini hasil yang dirasa ideal dan adil.

Sayangnya, ketika dilakukan eksekusi di lapangan, situasi yang dialami jauh berbeda. Dalam razia dan penangkapan, para setan protes, semuanya mengaku ikut ketetapan pemerintah “Lumayan, bisa bebas sehari lebih lama” pikir para setan.

Para malaikat lalu melakukan rapat kilat untuk mengatasi situasi darurat ini akibat ulah setan yang sengaja berkelit dan mangkir dari ketentuan azali ini. Lalu diputuskan, semuanya masuk penjara lebih awal sehari sesuai dengan jadual puasa ormas Islam itu.

Tak kehilangan akal, para setan pun mengajukan protes, “Sebagai makhluk tuhan yang ditugaskan menggoda, kita masih boleh menggoda manusia sampai besok. Ramadhan kurang satu hari kok kita sudah pada dikerangkeng”

Nah lho… malaikat pun kembali kebingungan, karena berdasarkan ketetapan dalam kitab suci, setan hanya akan masuk kerangkeng pas bulan puasa, tidak boleh ditambah atau dikurangi harinya.
source
Read More...

Thariqat dan Doa-doa Gus Dur

PADA AWALNYA, shalawat atas Nabi dianggap sebagai doa bagi Nabi, karena kecintaan kepadanya. Akan tetapi dalam perjalanannya ia kemudian dipandang sebagai puji-pujian dan penghormatan untuk Nabi yang hidup di samping Tuhan. Praktik ini memperoleh legitimasi dari kitab suci Al-Qur’an.
Tuhan mengatakan, “Jika engkau mencintai Tuhan, maka ikutilah Nabi. Maka Tuhan akan mencintaimu," Dan bukan hanya manusia yang dianjurkan Tuhan untuk membaca salawat (penghormatan) untuknya, melainkan juga Tuhan sendiri dan para Malaikat. Tuhan mengatakan :

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِى يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّو عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْماً

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab [33]:56).

Shalawat dianggap syarat penting agar doa dikabulkan. “Permohonan (doa) akan dianggap berada di luar pintu langit sampai orang yang berdoa itu mengucapkan shalawat untuk Nabi.”

Penyair Turki abad pertengahan, Asyiq Pasha, mengingatkan orang-orang senegerinya tentang eksistensi primordial Nabi Muhammad saw, yang menjadi suatu segi yang begitu penting dalam profetologi mistikal:

Nabi Adam masih berupa debu dan lempung Sayyidina Muhammad telah menjadi Nabi. Dia telah dipilih Tuhan, ucapkan shalawat untuknya(Annemarie, Dan Muhammad adalah Utusan Tuhan, hlm. 145).

Kaum sufi di manapun berada selalu membaca shalawat berkali-kali baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam jama’ah (kumpulan/kelompok), untuk mengantarkan permohonannya kepada Tuhan. Mereka gemar sekali menyenandungkan do’a shalawat itu dalam bentuk puisi-puisi yang indah. Annemarie Schimmel, pakar mistisisme Islam, pengagum berat Ibn Arabi dan Rumi, menginformasikan bahwa di beberapa kalangan Afrika Utara orang bisa  mendatangi pertemuan-pertemuan shalawat di mana orang itu ikut serta dalam doa bersama untuk Nabi dan berharap agar permintaan yang diucapkan dalam pertemuan semacam itu akan segera dikabulkan. Salah satu do’a shalawat yang popular di sana adalah Doa Pelipur Cordova. (Annemarie, hlm. 143).

“Wahai Allah, berkahilah dengan berkah yang istimewa tuan kami, Muhammad, yang olehnya segala kesulitan terpecahkan, segala kesedihan terhiburkan, segala masalah terselesaikan, yang melaluinya hal yang diinginkan dapat dicapai dan yang dari air mukanya yang mulia awan meminta hujan, dan berkahilah keluarganya dan sahabat-sahabatnya”.

Betapa pentingnya shalawat atas Nabi saw untuk mengawali do’a kepada Tuhan, mengingatkan saya pada Qasidah Burdah, karya sufi penyair Imam Bushairi. Bushiri, sastrawan sufi legendaries abad ke 13, menulis kasidah ini ketika dia mengalami sakit berkepanjangan, stroke.

Sepanjang hari sepanjang malam dia berdoa sampai begitu lelah dan tertidur. Suatu malam ia bermimpi bertemu nabi. Nabi yang mulia mengusapkan tangannya ke wajah Bushairi lalu menyerahkan selendangnya (burdah). Bushairi terjaga dari mimpinya dan melihat dirinya tak lagi sakit.  Semula kumpulan Nazham (puisi-sajak) dengan akhir huruf mim (karena itu biasa disebut ;  Al-Mimiyah) diberi judul panjang: Al-Kawakib al-Durriyyah fi Mad-hi Khairi al-Bariyyah (Bintang-Gemintang berpendar gemerlap yang memuji Manusia Paripurna). Akan tetapi karena terlalu panjang hingga menyulitkan orang menyebut dan mengingatkannya, maka diambillah kata “Al-Burdah al-Bushiri” (selimut atau selendang).

Ketika saya di ke Iskandariyah, Mesir, tahun 1982, saya menyempatkan diri ziarah dan berdo’a di pusara penyair sufi besar ini, tidak jauh dari makam sufi besar; Said Mursi. Di pesantren, saya sempat menghapalnya meski serba sedikit. Tetapi banyak santri yang hapal di luar kepala. Di Universitas Kairo, kasidah ini diajarkan pada setiap hari Kamis dan Jum’at.

Di bawah ini adalah beberapa saja dari bait puisi Bushairi yang seluruhnya berisi 160 bait, yang masih saya hapal. Sebuah Puisi yang memperlihatkan kerinduan Bushairi kepada Nabi Saw. Kasidah ini didendangkan dengan bahar(nada dan ritme) Basith : Mustaf’ilun fa’ilun.


أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِى سَــــلَمٍ    مَزَجْتَ دَمْعًا جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِـــدَمِ
أَمْ هبَّتِ الرِّيْحُ مِنْ تِلْقَاءِ كَاظِمَـــةٍ    وأَوْمَضَ الْبَرْقُ فِي الظَّلْمَاءِ مِنْ إِضَـمِ
فَمَا لِعَيْنَيْكَ إِنْ قُلْتَ اكْفُفَا هَمَتَــا    وَمَا لِقَلْبِكَ إِنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِــــمِ
أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الْحُبَّ مُنْكَتِـــمٌ    مَا بَيْنَ مُنْسَجِمٍ مِنْهُ وَمُضْطَّــــــرمِ
لَوْلَا الْهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَى طَـلَلٍ    وَلَا أرقْتَ لِذِكْرِ البَانِ والعَلــــمِ
فَكَيْفَ تُنْكِرُ حُبّاً بَعْدَ مَا شَــهِدتْ    بِهِ عَلَيْكَ عَدُوْلُ الدَّمْعِ وَالسَّــــقَمِ
وَأَثْبَتَ الوَجْدُ خَطَّيْ عَبْرةٍ وَضَــنىً    مِثْلَ البَهَارِ عَلى خَدَّيْكَ وَالْعَنَــــمِ
نَعَمْ سَرَى طَيْفُ مَنْ أَهْوَى فَأَرَّقَـنِي    وَالْحُبُّ يَعْتَرِضُ اللَّذَّاتَ بِالْأَلَــــمِ
يَا لَائِمِي فِي الْهَوَى الْعُذرٍيِّ مَعْذِرَةً    مِنِّي إِلَيْكَ وَلَوْ أَنْصَفْتَ لَمْ تَلُــــمِ
Aduhai, apakah karena kau rindu
pada tetangga di kampung Dzi Salam
Air bening menetes satu-satu
Dari sudut matamu
Bercampur darah

Ataukah karena semilir angin
yang berhembus
dari Kadhimah
Dan kilatan cahaya
dalam pekat malam

Apakah kekasih mengira
Api cinta yang membara di dada
Dapat dipadamkan air mata?
Andai bukan karena cinta
Puing-puing tak mungkin basah airmata

Andai bukan karena cinta
Matamu tak mungkin jaga sepanjang malam
Membayangkan keindahan gunung gemunung
Dan semerbak pohon kesturi
Dan tinggi semampai pohon pinus

Mana mungkin kau ingkari cintamu
Padahal ada saksi menyertaimu
Ketika air matamu berderai-derai
Dan kau jatuh sakit begitu memelas
Dukamu menggoreskan
Tetes air mata dan luka
Bagai mawar kuning dan merah
Pada dua pipimu yang ranum

Ya, aku melihat kekasihku
Berjalan ketika malam muram
Hingga mataku selalu terjaga
Cinta telah mengganti riang jadi nestapa


Seluruh do’a, dzikir dan shalawat atas Nabi ditujukan kepada Allah, hanya kepada Dia, tidak kepada yang lain, termasuk tidak kepada Nabi Muhammad Saw. Karena hanya Dialah Pemilik segala, hanya Dialah Penguasa atas semesta raya dan hanya Dialah Yang mengabulkan segala permohonan hamba-hamba-Nya.

Dialah Titik Pusat dari segala. Pengaduan kepada manusia, siapapun dia, akan kegundahan dan curahan hati karena kemelut hidup yang acap kali datang menghempaskan jiwa dan pikiran, seringkali mengecewakan. Mereka tak mampu memberi jalan terang, dan tak bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan yang terus dan terus mengalir bagai air yang sangat deras. Mereka acapkali juga sibuk dengan urusan dan kegalauannya sendiri-sendiri. Mereka juga membutuhkan kepentingan hidup yang juga terus mengejar mereka siang dan malam. Tetapi tidak bagi Tuhan. Dia tidak membutuhkan apa-apa dan siapa-siapa. Sebaliknya Dialah Yang selalu Memberi. Dia bahkan amat senang jika hamba-hamba-Nya meminta.

Gus Dur pastilah sangat mengenal bait-bait puisi Burdah al-Bushiri di atas, bahkan sebagian atau semuanya mungkin dihapal dengan baik. Saya meyakini hal itu pada Gus Dur, karena kedua Qasidah Burdah di atas amat popular di kalangan para santri.
Mereka menghapalnya lalu mendendangkannya dengan nada-nada lagu yang indah dalam acara-acara yang relevan. Hal yang sama juga dilakukan mereka dalam Burdah Madaih atau Na’tiyah, karya Ka’ab bin Zuhair. Burdah ini berisi penghormatan dan pujian kepada Nabi. Ia dikenal dengan Qasidah “Banat Su’ad” (putri-putri Su’ad). Ini karena Qasidah Burdah yang terdiri dari 58 bait ini diawali dengan kalimat :

بانتْ سُعادُ  فقلبي اليومَ متبولُ ...      مُتيمٌ إثرها، لْم يُفدَ مكبُولُ

Ka'ab Bin Zuhair, adalah seorang penyair terkenal pada masanya. Ia suka sekali mencacimaki Nabi. Sikap itu membuat hidupnya jadi galau. Ia lalu menemui Nabi dan menyanyikan kasidah tersebut di hadapan beliau. Nabi begitu senang mendengarnya, lalu memberinya selendang (burdah) yang sedang dikenakannya. Kiai Sa’id Aqil Siraj, ketua umum PBNU, sering menyanyikan puisi-puisi ini manakala memberikan pengajian umum di berbagai pesantren dan pada komunitas warganya: Nahdlatul Ulama. Ia hapal di luar kepala kedua qasidah burdah itu.

Sebagian orang, sebut saja antara lain kelompok Wahabi di Saudi Arabia, menyebut “tawassul” dengan salawat seperti ini sebagai praktik kemusyrikan (menyekutukan Tuhan). Tawassul, menurut mereka berarti meminta kepada manusia, meskipun ia seorang Nabi dan kekasih-Nya, bukan kepada Tuhan. Kita telah maklum Wahabi adalah kelompok tekstualis. Mereka memaknai segala teks secara harfiyah, dan tidak setuju dengan pemaknaan metaforis (majaz) dan aforisme-aforisme sufistik. Biarkan saja, tak mengapa. Itu hak mereka. Dan itu menunjukkan batas pengetahuan mereka. Tetapi kita tentu amat menyesalkan bila kemudian mereka memaksakan pandangannya kepada orang lain, melalui cara-cara kekerasan, “hate speech” atau bahkan dengan menghunuskan pedang atau meledakkan bom.

Tawassul dan do’a-do’a Gus Dur itu kini telah menyebar di mana-mana, dikasetkan , di CD kan, di Youtube kan, atau disimpan di HP, diputar berulang-ulang, didengarkan dengan penuh khusyu’ di kendaraan-kendaraan pribadi, dan dilantunkan para pengagumnya di berbagai kesempatan menghormat atau mendiskusikan Gus Dur. Beliau menyanyikannya dengan nada-nada elegi dini yang sendu, bagai sembilu yang menyayat-nyayat qalbu. Bait-bait do’a, salawat dan tawasul yang disenandungkan Gus Dur itu sesungguhnya tidaklah asing bagi para santri. Ia telah berabad ditembangkan di pesantren-pesantren dan surau-surau. Suara Gus Dur memang tak semerdu suara Hadad Alwi atau Abdul Halim Hafiz, penyanyi kondang dari Mesir atau lainnya. Tetapi lantunan Gus Dur, meski  bersahaja, terasa memiliki makna keindahan mitis dan magis yang menghunjam qalbu dan menyimpan rindu-rindu. Ini tentu karena Gus Dur melantunkannya dengan suara hatinya yang bening dan ketulusan cintanya yang penuh.

Di bawah ini adalah doa-doa yang selalu dibaca Gus Dur di samping do’a-do’a yang lain. Semua orang pesantren dan kaum Nahdliyyin mungkin sudah tahu atau bahkan hapal doa-doa itu. Doa-doa ini seluruhnya mengandung permohonan ampunan Tuhan. Do’a pertobatan yang secara literal berarti kembali kepada Tuhan. Ada juga di dalamnya yang memohon petunjuk ke arah jalan lurus (amal saleh) dan anugerah ilmu yang bermanfaat. Sebagian ada yang diawali dengan tawassul melalui Al-Musthafa, Nabi Muhammad Saw. Doa yang terakhir konon ditulis oleh Abu Nawas, sang cendikiawan dan sastrawan terkemuka yang jenaka tetapi amat cerdas itu. Hampir semua orang mengenal cerita-cerita jenaka orang ini dan mendongengkannya kepada anak-anak mereka, terutama menjelang tidur. Ia, ketika muda, konon, pernah menjalani kehidupan glamor, mabuk dan urakan, tetapi cara itu kemudian disadarinya akan mencelakakannya kelak. Tahun-tahun terakhir hidupnya Abu Nawas bertobat dan menjalani hidupnya sebagai seorang zahid, asketik.

Dengan doa-doa itu, kita tentu paham bahwa Gus Dur selalu mohon ampunan kepada Tuhan. Para Nabi, orang-orang arif, kaum sufi dan orang-orang yang rendah hati setiap hari mohon ampunan-Nya, ratusan dan ribuan kali.

Doa Pertobatan 1

مَوْلاَىَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا اَبَدًا
عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرَ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا
وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ اْلكَرَمِ
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِى تُرْجَى شَفَاعَتْهُ
لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْاَهْوَالِ مُقْتَحِمِ

Wahai Tuhanku,
Anugerahi kedamaian dan keselamatan
Selama-lamanya
Pada sang kekasih-Mu : Ahmad
Ciptaan-Mu yang  terbaik dari semuanya
Berkat al Musthafa, sampaikan maksud-maksudku
Ampunilah dosa-dosa yang lewat
Wahai Yang Maha Mulia

Al-Musthafa, dialah sang kekasih
Pertolongannya diharap-harap
Bagi setiap kegelisahan yang memuncak

Do’a Pertobatan 2 

إِلَهِى لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً
وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الْجَحِيْمِ
فَهَبْ لِى تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِى
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ اْلعَظِيْمِ
ذُنُوْبِى مِثْلُ عْدَادِ الرَّمَالِ
فَهَبْ لِى تَوْبَةً يَا ذَالْجَلاَ لِ
وَعُمْرِى نَاقِصٌ فِى كُلِّ يَوْمٍ
وَذَنْبِى زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِى
إِلَهِى عَبْدُ كَ اْلعَاصِىِى أَتَاكَ
مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَا كَ
وَاِنْ تَغْفِرْ فَأَ نْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ
وَاِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَ
Wahai Tuhanku
Aku bukan orang yang pantas tinggal di surga-Mu
Tetapi aku juga tak sanggup di neraka-Mu
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Dan ampuni dosa-dosaku
Karena hanya Engkaulah
Satu-satunya yang bisa memberi ampun
dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bak jumlah butir pasir di bumi
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Wahai Yang Maha Agung

Umurku berkurang setiap hari
Tetapi dosaku bertambah-tambah saja
Bagaimana aku sanggup menanggungnya

Wahai Tuhanku,
Hamba-Mu yang berdosa
Telah datang, telah datang
Mengakui begitu banyak dosa
Dan ia telah sungguh-sungguh meminta-Mu

Bila Engkau mengampuniku
Karena hanya Engkaulah yang bisa mengampuni
Tetapi bila Engkau menolakku
Kepada siapa lagi aku bisa berharap

Do’a (3) 
Pertobatan, Amal saleh dan Ilmu Yang bermanfaat
أَسْتَغْفِرُ اللهْ رَبَّ الْبَرَايَا    أَسْتَغْفِرُ اللهْ مِنَ الْخَطَايَ
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا نَافِعَا        وَوَفِّقْنِي عَمَلاً صَالِحَا

Aku mohon ampunan Tuhan
Dari segala kesalahan
Aku mohon ampunan Tuhan
Tuhan seluruh ciptaan-Nya
Tunjuki aku kerja yang baik
Tuhanku,
Tambahi aku pengetahuan yang berguna
Dalam berbagai kesempatan bersama Gus Dur, manakala diminta berdoa, beliau seringkali berdoa ini :

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً . إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Wahai Tuhan kami! Anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu dan tuntunlah kami pada jalan keselamatan.” (Q.S. al-Kahfi, [18]:10) dan diakhiri dengan do’a paling popular:

رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Wahai Tuhan, anugerahi kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan lindungi kami dari siksa neraka”.(Q.S. Al-Baqarah, [2]:201).

Oleh: Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, Jawa Barat
source
Read More...

Tukar Link Otomatis

Sangpecinta: www.facebook.com/anti.wahabi ::: Santun Menyejukkan:::

video

no video list

Labels

Posting Terbaru

Menu Blog

Arsip Blog

Top Comments